Jendela Ilmu Klasik: Pesona dan Tantangan Pengajian Kitab Kuning
Pengajian kitab kuning telah lama menjadi jendela ilmu klasik yang tak lekang oleh waktu di pesantren-pesantren Indonesia. Tradisi ini menawarkan kekayaan khazanah intelektual Islam yang mendalam, sekaligus menghadirkan tantangan tersendiri dalam upaya pelestariannya di era modern. Ribuan santri, dari berbagai penjuru negeri, setiap hari masih setia menyelami lembar demi lembar kitab yang ditulis berabad-abad lalu.
Pesona utama pengajian kitab kuning terletak pada orisinalitasnya. Santri diajarkan untuk langsung berinteraksi dengan teks asli, tanpa perantara terjemahan yang seringkali mengurangi nuansa makna. Metode sorogan dan bandongan, di mana santri membacakan atau menyimak langsung dari kiai, menciptakan ikatan spiritual dan intelektual yang kuat antara guru dan murid. Ambil contoh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, yang pada Rabu, 10 April 2024, pukul 09.00 WIB, menggelar pengajian rutin Kitab Fathul Mu’in yang diikuti oleh ribuan santri senior. Proses ini membuka jendela ilmu klasik yang memungkinkan mereka memahami konteks historis dan pandangan ulama terdahulu secara langsung.
Namun, pengajian kitab kuning juga menghadapi tantangan signifikan. Salah satunya adalah bahasa. Kitab-kitab ini ditulis dalam bahasa Arab klasik yang tidak mudah dipahami tanpa bekal tata bahasa (nahwu dan sharaf) yang kuat. Hal ini membutuhkan kesabaran dan ketekunan ekstra dari santri. Selain itu, relevansi beberapa isu yang dibahas dalam kitab klasik dengan konteks kekinian juga menjadi tantangan tersendiri. Kiai harus mampu menjembatani gap tersebut agar ilmu yang disampaikan tetap aplikatif. Pada Sabtu, 22 Juni 2024, di sebuah seminar nasional di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa dibutuhkan pendekatan pedagogis inovatif untuk menjadikan pengajian kitab kuning tetap relevan di zaman sekarang, agar jendela ilmu klasik ini tetap terbuka lebar bagi generasi muda.
Meski demikian, upaya pelestarian terus dilakukan. Banyak pesantren yang kini mengadopsi teknologi, seperti penggunaan proyektor atau bahkan platform daring, untuk membantu proses pengajaran. Polsek Pesantren Kota Kediri, misalnya, pada Jumat, 5 Juli 2024, turut mendukung kegiatan pesantren dengan memastikan keamanan acara bahtsul masail (diskusi masalah keagamaan) yang mengkaji kitab kuning. Ini menunjukkan bahwa masyarakat dan aparat pun menyadari betapa pentingnya menjaga tradisi ini sebagai jendela ilmu klasik yang sangat berharga.
Pada akhirnya, pengajian kitab kuning bukan hanya tentang mempertahankan tradisi, tetapi juga tentang memastikan bahwa kekayaan intelektual Islam dapat terus diakses dan dipelajari oleh generasi mendatang. Ini adalah cara kita menjaga api ilmu tetap menyala dan terus membuka jendela ilmu klasik bagi semua.