Ukhuwah dalam Asrama: Membangun Solidaritas dan Toleransi Sesama Santri
Kehidupan di asrama pesantren adalah sebuah laboratorium sosial mini di mana para santri tidak hanya menimba ilmu, tetapi juga belajar membangun solidaritas dan toleransi. Jauh dari keluarga, mereka hidup bersama dalam satu atap, berbagi suka dan duka, yang secara alami mendorong mereka untuk membangun solidaritas dan mempererat ikatan persaudaraan (ukhuwah
). Lingkungan ini menjadi tempat yang ideal untuk membangun solidaritas dan mempraktikkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Ukhuwah, atau persaudaraan, adalah salah satu nilai fundamental dalam Islam, dan di pesantren, nilai ini dipraktikkan secara intensif melalui kehidupan berasrama. Santri datang dari berbagai daerah, latar belakang sosial, dan bahkan suku bangsa yang berbeda, namun mereka semua disatukan dalam satu tujuan: menuntut ilmu agama. Interaksi yang terus-menerus dalam kegiatan sehari-hari, mulai dari salat berjamaah, mengaji bersama, makan bersama di ruang makan, hingga tidur di satu kamar asrama, memaksa mereka untuk beradaptasi, memahami perbedaan, dan saling menghargai.
Dalam kehidupan berasrama, santri akan dihadapkan pada berbagai situasi yang menguji kesabaran dan empati mereka. Misalnya, mereka harus belajar berbagi fasilitas yang terbatas, bergantian dalam tugas piket kebersihan, atau membantu teman yang kesulitan dalam pelajaran. Konflik kecil antar teman juga tak terhindarkan, namun justru di sinilah mereka belajar untuk menyelesaikan masalah secara damai, bernegosiasi, dan saling memaafkan. Tidak ada lagi orang tua yang akan menjadi penengah, sehingga mereka harus mengembangkan keterampilan sosial ini secara mandiri. Menurut sebuah survei internal di Pesantren Modern Gontor pada Mei 2025, 92% alumni merasa bahwa kehidupan berasrama sangat berkontribusi pada kemampuan mereka dalam beradaptasi dan bekerja sama dalam tim.
Selain itu, aspek toleransi juga sangat ditekankan. Meskipun semua santri beragama Islam, mereka mungkin berasal dari madzhab fikih atau tradisi keagamaan lokal yang sedikit berbeda. Di pesantren, mereka diajarkan untuk menghormati perbedaan pendapat (ikhtilaf
) dalam hal-hal furu’iyah (cabang) agama, dan fokus pada persamaan dalam hal-hal pokok (ushul
). Ini menumbuhkan sikap toleransi beragama yang kuat di kalangan santri, mempersiapkan mereka untuk hidup di masyarakat pluralis. Pengasuh pesantren seringkali memberikan nasihat tentang pentingnya menjaga lisan dan sikap agar tidak melukai perasaan sesama santri, yang merupakan manifestasi dari nilai ukhuwah ini.
Dengan demikian, kehidupan di asrama pesantren adalah kurikulum tersendiri yang efektif dalam membangun solidaritas dan toleransi. Pengalaman ini tidak hanya membentuk pribadi santri yang berakhlak mulia dan berilmu, tetapi juga mengajarkan mereka bagaimana hidup harmonis dalam sebuah komunitas, sebuah bekal berharga untuk menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat di masa depan.