Merawat Tutur Formal dalam Kajian Islam: Pentingnya Fusha dalam Dakwah Modern
Dalam era globalisasi, menjaga kualitas Tutur Formal (Fusha) dalam kajian Islam menjadi sangat penting. Fusha bukan hanya bahasa klasik, tetapi juga bahasa pemersatu dan pewaris ilmu. Penggunaannya dalam Dakwah Modern menjamin pesan yang disampaikan memiliki ketepatan makna, otoritas keilmuan, serta daya tarik yang lebih kuat dan berwibawa.
Bahasa Arab Fusha memiliki peranan sentral sebagai Bahasa Standar. Berbeda dengan dialek lokal (‘Ä€mmiyah) yang bervariasi, Fusha dipahami oleh hampir semua penutur Arab terpelajar di seluruh dunia. Oleh karena itu, Fusha memastikan pesan Dakwah Modern dapat diterima tanpa distorsi dialek, menjaga kesatuan umat.
Pentingnya Tutur Formal terkait erat dengan otentisitas sumber. Teks-teks Al-Qur’an, Hadis, dan kitab-kitab fikih ditulis dalam Fusha. Menggunakan Fusha dalam penyampaian dakwah menunjukkan rasa hormat terhadap sumber-sumber tersebut dan menjaga keaslian Kajian Islam yang diajarkan.
Dalam konteks Dakwah Modern, Fusha memberikan otoritas. Seorang dai yang mampu menggunakan Tutur Formal secara fasih dan benar dipandang memiliki kompetensi keilmuan yang lebih tinggi. Kualitas bahasa mencerminkan kualitas pemahaman terhadap ajaran yang disampaikan.
Namun, Fusha tidak berarti kaku. Tantangannya adalah mengemas Kajian Islam dengan Fusha yang mudah dicerna. Dai harus mahir menggabungkan kekayaan leksikal Fusha dengan gaya penyampaian yang dinamis dan relevan, sehingga Bahasa Standar ini terasa dekat dengan audiens.
Strategi untuk merawat Tutur Formal adalah melalui pengajaran Bahasa Standar yang intensif di lembaga pendidikan Islam. Santri dan pelajar harus dilatih berbicara, menulis, dan berdiskusi menggunakan Fusha sejak dini, menjadikan Fusha sebagai bahasa sehari-hari.
Penggunaan media sosial dan platform digital oleh para ulama juga harus mengutamakan Fusha. Video, artikel, dan podcast yang disajikan dengan Tutur Formal yang baik akan menetapkan standar baru untuk Dakwah Modern dan literasi keagamaan global.
Oleh karena itu, merawat Fusha adalah tugas kolektif. Ini bukan hanya masalah linguistik, melainkan masalah identitas dan masa depan Kajian Islam. Konsistensi dalam menggunakan Bahasa Standar ini adalah investasi jangka panjang untuk kualitas dakwah umat.
Dengan menjadikan Tutur Formal sebagai poros dalam Dakwah Modern, kita memastikan bahwa pesan suci agama disampaikan dengan ketepatan dan kedalaman yang layak. Ini adalah kunci untuk membangun pemahaman Kajian Islam yang otoritatif dan mempersatukan, melintasi batas-batas geografis.
